Berani Jadi Diri Sendiri

Di sudut kelas yang paling dekat dengan jendela, duduklah Fahri—anak kelas 8 yang pendiam dan jarang berbicara kecuali jika ditanya. Hobinya unik: ia senang membuat miniatur bangunan dari kardus bekas dan mengoleksi serangga. Ia punya kotak khusus berisi kumbang, capung, dan belalang yang ia rawat seperti teman.

Namun, teman-temannya tak melihat itu sebagai sesuatu yang keren. “Ih, anak serangga datang!” teriak Bima suatu hari saat Fahri membuka kotaknya di laboratorium IPA. Gelak tawa pun memenuhi ruangan. Wajah Fahri memerah, tapi ia hanya menunduk, menahan malu. Sejak hari itu, ia tak pernah lagi membawa kotaknya ke sekolah.

Fahri mencoba berubah. Ia ikut ekskul basket meskipun ia tak bisa menggiring bola. Ia meniru gaya bicara Raka, si bintang kelas yang populer, meski terdengar kaku dan dipaksakan. Ia bahkan membuat akun TikTok dan mencoba ikut tantangan menari, tapi hanya mendapat komentar aneh dan satu “like” dari akun ibunya.

“Aku capek,” gumamnya suatu malam. “Kenapa aku harus berubah jadi orang lain hanya untuk disukai?”

Suatu hari, Bu Santi, guru seni budaya, mengumumkan proyek: “Buatlah karya seni bertema ‘Dunia yang Kamu Sukai.’ Bentuk bebas, bisa lukisan, kerajinan, atau apa saja.”
Itu seperti cahaya kecil yang masuk ke hati Fahri. Diam-diam, ia mulai membuat maket kota impiannya. Ia menggunakan kardus, stik es krim, lampu kecil dari bekas mainan, dan cat air. Ia bahkan membuat taman kecil dengan dedaunan plastik dari kemasan teh.

Namun, malam sebelum pengumpulan, rasa ragu muncul. “Bagaimana kalau mereka menertawakanku lagi?” tanya Fahri kepada adik perempuannya, Nisa.
“Bang, karya itu keren. Kalau Abang nggak tunjukkin, mereka nggak akan tahu siapa Abang sebenarnya,” kata Nisa sambil tersenyum.

Dengan napas berat dan tangan gemetar, Fahri membawa maket itu ke sekolah. Teman-temannya sempat mencibir, tapi Bu Santi terdiam cukup lama di depan karyanya.
“Siapa yang membuat ini?” tanyanya.
“A-aku, Bu,” jawab Fahri pelan.

Bu Santi tersenyum lebar. “Luar biasa. Ini bukan hanya kreatif, tapi detail dan penuh imajinasi.”
Hari itu, Fahri berdiri paling depan saat karya-karya dipamerkan. Bahkan Bima dan Raka mulai menanyakan cara membuat lampu di maketnya. Untuk pertama kalinya, Fahri merasa diperhatikan—bukan karena ia aneh, tapi karena ia berbeda.

Beberapa minggu kemudian, maketnya mewakili sekolah di lomba kreativitas tingkat kota. Ia tak lagi malu membawa kotak serangganya. Bahkan, ia diminta membuat tutorial cara merawat serangga oleh teman-temannya yang penasaran.


Kesimpulan:

Menjadi diri sendiri memang tidak selalu mudah, apalagi ketika kita berbeda dari kebanyakan orang. Tapi perbedaan bukanlah kelemahan—justru itulah kekuatan. Ketika kita berani menunjukkan siapa diri kita sebenarnya, dunia akan mulai melihat dan menghargai kita apa adanya.

Share and Enjoy !

Shares

One thought on “Berani Jadi Diri Sendiri

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *